EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG LINGKUNGAN HIDUP DALAM IMPLEMENTASINYA (Studi Kasus Pencemaran Oleh Pabrik Tahu Di Mrican Semarang)
A. PendahuluanKemajuan teknologi yang diikuti dengan perkembangan industri memang menciptakan kenikmatan dan kesejahteraan materi bagi manusia, akan tetapi sebaliknya apabila kemajuan dan perkembangna tersebut tidak dikendalikan dapat menimbulkan pencemaran yang berupa bahaya, kerugian dan gangguan-gangguan dalam kelangsungan hidup manusia, terutama industri-industri yang menghasilkan produk sampling. Bahaya dan gangguan tersebut bersifat negatif dan pada taraf tertentu dapat mengganggu kelestarian lingkungan, lebih jauh lingkungan tidak dapat dimanfaatkan sebagaimana kualitas sebenarnya.
Masalah pencemaran industri ataupun segala bentuk pencemaran merupakan tanggung jawab kita semua, namun karena keterbatasan sarana dan prasarana untuk menghindari pencemaran maka dalam pengendaliannya dilakukan sistem pembagian tugas dan wewenang antara instansi-instansi yang terlibat untuk menangani pencemaran akibat kegiatan industri.
Pengendalian pencemaran industri bermakna suatu kegiatan yang mencakup upaya pencegahan dan/atau penanggulangan terjadinya pencemaran industri. Departemen Perindustrian yang ikut bertanggung jawab terhadap pencemaran industri dari perusahaan industri dan lokasi industrim, dengan sasaran semua limbah industri yang dibuang dari sumber pencemaran industri ke lingkungan bebas/umum, untuk mengupayakan agar selalu memenuhi Standar Kualitas Limbah seperti yang telah ditetapkan.
Di Semarang tepatnya di dekat pasar Mrican banyak berdiri pabrik tahu. Ironisnya pabrik-pabrik tersebut mendapat izin walaupun keberadaannya ditengah-tengah pemukiman penduduk. Keberadaan pabrik tahu tersebut tentu menimbulkan dampak positif dan negatif. Jika dilihat dari segi ekonomi memunyai dampak positif, yaitu menambah lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitar dan mengurangi jumlah pengangguran. Tetapi ternyata keberadaan pabrik tahu tersebut lebih banyak menimbulkan dampak negatif, yaitu banyak keluhan yang dirasakan oleh masyarakat sekitar mengenai polusi udara yang sangat mengganggu aktivitas sehari-hari yang disebabkan asap pabrik tahu tersebut. Selain itu limbah yang dihasilkan dapat mencemari sungai didekatnya.
Departemen Perindustrian dalam tugasnya untuk pengendalian pencemaran industri mencakup pengaturan, pembinaan dan pengawasan. Secara rinci tugas-tugas tersebut dalam Pasal 3 Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 20/M/SK/1/1986, sebagai berikut:
- Membuat peraturan-peratuaran tentang pengendalian pencemaran industri yang harus dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan dalam kaitannya dengan izin usaha industri, serta menunjang instansi-instansi pemerintah lainnya dalam menyusun peraturan peraturan yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran lingkungan hidup pada umumnya.
- Membuat peraturan-peraturan tentang pemilIhan lokasi untuk industri dalam rangka pengembangan wilayah, dalam hal ini wilayah Pusat Pertumbuhan Induatri, yang dikaitkan dengan Rencana Umum Tata Ruang di sana terdapat penentuan tentang letak geografis dan zona-zona industri, kawasan-kawasan industri dan Lingkungan Industri Kecil.
Jadi jika melihat kasus dari pabrik tahu di Mrican, maka yang menjadi pertanyaan disini adalah mengapa UULH yang telah ditetapkan seolah-olah diabaikan oleh pemerintah setempat demi mengejar kepentingan pribadi dan mengorbankan kenyamanan masyarakatn serta mencemari lingkungan.
B. Analisis
Sistem Perizinan
Pasal 7 UULH tahun 1982 merupakan landasan hukum umum perizinan lingkungan, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tahun 1993 dalam pasal 5 menetapkan syarat-syarat untuk memperoleh izin suatu rencana kegiatan dengan ketentuan: “Pemberian izin usaha tetap oleh instansi yang membidangi jenis usaha atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat diberikan setelah adanya pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan oleh instansi yang bertanggung jawab.”
Pemberian izin terhadap pabrik-pabrik tahu di Mrican patut kita pertanyakan. Instansi yang terkait dalam memberikan izin terkesan tidak melakukan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan. Kebetulan penulis telah melakukan kunjungan langsung ke pabrik tahu di Mrican pada saat mengikuti mata kuliah Manajemen Lingkungan. Disana penulis melihat secara langsung keadaan yang sebenarnya dan melakukan sedikit lontaran pertanyaan kepada penduduk tentang keberadaan pabrik tahu tersebut.
Pemerintah tidak melihat bahwa pabrik tahu tersebut didirikan ditengah-tengah pemukiman penduduk dan berdekatan dengan sungai. Pada akhirnya asap yang ditimbulkan oleh pabrik tahu tersebut sangat mengganggu kesehatan penduduk sekitar. Penduduk sekitar telah melaporkan kepada instansi terkait tentang gangguan asap pabrik tahu, namun instansi tersebut tutup mata dan tidak memperdulikannya.
Jika dilihat lebih mendalam tentang perizinan keberadaan pabrik tahu tersebut dipengaruhi oleh elite-massa dan mengandung unsur politik. Orang-orang yang ingin mendirikan pabrik tahu tersebut akan melegalkan berbagai cara agar mendapatkan izin. Cara tersebut bisa dengan memberikan uang pelicin atau iming-iming lainnya yang sangat menggiurkan. Dengan demikian yang menjadi korban adalah masyarakat. Melihat kenyataan letak geografis keberadaan pabrik tahu tersebut seharusnya instansi tidak memberikan izin, kalaupun memberikan izin instansi tersebut mengajukan syarat yaitu pendirian pabrik di tempat yang jauh dari pemukiman penduduk. Karena dalam dalam UULH tahun 1982 pasal 11, ayat (1) disebutkan bahwa: “Pejabat yang memberikan izin itu dapat mengenakan syarat-syarat baru kepada pemegang izin itu, jika menurut pendapatnya memang diperlukan.”
Sistem Pembinaan
Dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 20/M/SK/1/1986 pasal 3, Departemen Perindustrian mempunyai tugas-tugas pembinaan sebagai berikut:
- Memberikan pedoman dalam upaya pengendalian pencemaran, antara lain dengan memberikan buku panduan tentang pengendalian pencemaran untuk berbagai kegiatan industri.
- Memberikan bimbingan dan penyuluhan mengenai penerapan dari pedoman/buku panduan tentang pengendalian pencemaran, serta memberikan informasi teknis tentang hal-hal yang berhubungan dengan pencemaran industri.
- Membantu instansi pemerintah dan dunia usaha industridalam penelitian terhadap masalah-masalah pencemaran khususnya dalam mengidentifikasikan Sumber Perencanaan Industri dan upaya pengendaliannya.
- Memberikan saran dan petunjuk tentang pengambilan langkah tindak dalam upaya menghadapi kasus-kasus pencemaran lingkungan, termasuk penggunaan dan pengolahan limbah industri.
Ditinjau dari segi sosial, pemerintah kurang memperhatikan penduduk sekitar karena terbukti yang aktif dan mempunyai ide pembuatan IPAL adalah LSM BINTARI. Tentu dengan pembuatan IPAL harus dilakukan pengawasan lebih lanjut. Tetapi pemerintah seakan-akan juga tinggal diam. Hal ini terbukti banyaknya pipa saluran air limbah yang bocor didiamkan saja. Sedangkan pemasangan pipa tersebut berada di atas sungai, maka air limbah akan mencemari sungai.
C. Rekomendasi
1. Instansi yang terkait dengan lingkungan hendaknya benar-benar melaksanakan UULH dengan sebaik-baiknya dalam memberikan izin usaha/kegiatan.
2. Pemerintah hendaknya memperhatikan penduduk sekitar pabrik tahu di Mrican karena mereka mengeluhkan keberadaan pabrik tersebut.
3. Pemerintah dalam mengimplementasikan UULH hendaknya dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan konsekuen.
PUSTAKA
- Subagyo, Joko. 1992. Hukum Lingkungan Masalah dan Penanggulangannya. Jakarta: Rineka Cipta.
- Silalahi, Daud. 1995. AMDAL Dalam Sistem Hukum Lingkungan Di Indonesia. Bandung: CV. Mandar Maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar