Sabtu, 12 Juli 2014

Kelalaian Akibat Engineer

Investigasi Kecelakaan Pesawat de Havilland Comet (1954)

           Pesawat Comet adalah pesawat jet pertama yang diproduksi pada masanya. Diproduksi oleh de Havilland di Hatfield, Hertfordshire, Inggris, prototipe Comet 1 terbang perdana pada tanggal 27 Juli 1949. Fitur aerodinamis dilengkapi dengan empat Ghost Turbojet Engine yang dipasang pada kedua sayapnya membuat pesawat ini menjadi icon pesawat jet paling nyaman di masanya. Kesuksesan ini pun mengantarkan de Havilland unggul dalam persaingan maskapai penerbangan lainnya saat itu.
10 Januari 1954, Comet G-ALYP terbang dari Roma ke London, rute terbang terakhir dari rangkaian penerbangan panjangnya dari Singapura, membawa 29 penumpang dan enam awak pesawat. Dipimpin oleh kapten Alan Gibson, pesawat tersebut lepas landas pada pukul 09.34 waktu setempat ke bandar udara London Heathrow, London.
Pesawat Comet direncanakan terbang di ketinggian 11.000 kaki di atas permukaan laut. Dengan ketinggian tersebut, pesawat dilengkapi dengan sistem kontrol tekanan udara di dalam kabin agar penumpang dapat tetap bernapas dengan normal. Dalam perjalanan mengudaranya, pesawat Comet G-ALYP tersebut masih dapat berkomunikasi dengan pesawat lain, Argonaut G-ALHJ, yang dipimpin oleh kapten Johnson lewat radio pesawat. York Peter adalah kode untuk Comet G-ALYP, dan How Jig untuk Argonaut G-ALHJ, sesuai dengan kode pesawat masing-masing. Namun setelah 20 menit mengudara, hubungan dengan pesawat Argonaut pun terputus. “George How Jig, did you get my …” begitu pesan terakhir dari Comet. Dan tepat pada saat ini lah puing-puing badan pesawat terlihat berjatuhan di sekitar pulau Elba, Italia.
Kecelakaan ini sontak mengejutkan publik, termasuk BOAC, korporat maskapai penerbangan Inggris. BOAC memutuskan untuk membatalkan semua penerbangan dengan de Havilland Comet hingga investigasi ini berujung kepada simpulan yang signifikan. Gerry Bull, senior engineer dari BOAC yang bertugas memeriksa kelayakan pesawat sebelum lepas landas yakin bahwa ia tidak menemukan kerusakan komponen atau bagian penting lain pada pesawat tersebut. “What did I do? Did I missed something?” – begitu katanya sesaat setelah mendengar berita jatuhnya pesawat.
Investigasi
Tanpa bukti, black box, cockpit voice recorder, dan saksi selamat, investigasi diperkirakan akan sulit dilakukan. Media melansir bahwa kecelakaan adalah bentuk sabotase. Ada pula pemberitaan terkait terorisme. Untuk meredam isu tersebut, BOAC memerintahkan Abell Committee Court untuk menyelidiki sumber kecelakaan. Hipotesis awal Abell Committee adalah bahwa penyebab potensial kecelakaan tersebut bersumber dari ledakan. Karena itu, beberapa perubahan terkait proteksi engine dan desain sayap pun dilakukan.
Selama investigasi, Royal Navy memimpin operasi recovery. Operasi ini sangat berat, terutama karena ketidakmapanan teknologi saat itu. Bangkai pesawat yang tenggelam sedalam 102 meter di bawah permukaan laut menyulitkan pasukan maritim untuk menyelam dan mengangkatnya. Puing pertama dari pesawat ditemukan pada Februari 1954 dan diinvestigasi hingga September 1954. Hasil rekonstruksi forensik belom menunjukkan hasil signifikan, kecuali bahwa mayat korban tidak menunjukkan adanya luka akibat ledakan, namun hanya patah tulang dan retaknya tempurung kepala. Karena tidak ditemukan penyebab signifikan lainnya, pemerintah Inggris memutuskan untuk mempublikasikan hasil penyelidikan mengenai kronologi kecelakaan pesawat, hasil investigasi yang dilakukan, serta efek finansial dari dihentikannya penerbangan Comet.
Menimbang besarnya kerugian finansial yang ditimbulkan akibat ‘parkirnya’ pesawat Comet, pada tanggal 2 April di tahun yang sama, pemerintah Inggris memberikan izin kepada BOAC untuk kembali membuka penerbangannya. Ya, pesawat Comet siap untuk kembali lepas landas melayani publik.
Comet pasca investigasi
Pada 8 April 1954, tiga bulan setelah kecelakaan di Pulau Elba, pesawat Comet lainnya resmi dioperasikan. Kali ini Comet G-ALYY (Yoke-Yoke) terbang dari Roma ke Kairo, perjalanan singkat dari rangkaian penerbangan panjang dari London ke Johannesburg. Penerbangan ini juga sekaligus menjadi titik balik kepercayaan publik terhadap kejayaan de Havilland. 14 penumpang dan tujuh awak pesawat ikut serta dalam penerbangan ini. Pada pemeriksaan terakhir di Roma, Gerry Bull beserta tim engineering dari BOAC menemukan gauge bahan bakar tidak berfungsi walau tanki telah terisi penuh. Namun hal ini dapat diantisipasi dengan pemasangan kabel sementara. Pesawat pun siap untuk lepas landas.
Cuaca cerah dengan sedikit awan membuat pihak BOAC optimis dengan penerbangan panjang ini. Dengan terbang di ketinggian 11.600 kaki di atas permukaan laut, pesawat Comet G-ALYY terbang melewati beberapa air traffic controller di yaitu Ponza dan Naples. Tiga jam selepas penerbangannya dari Roma, pesawat Comet G-ALYY meledak di dekat Naples, perairan Mediterania, menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawat. Gerry Bull, senior engineer dari BOAC, kembali dilanda kebingungan bahwa kecelakaan kali ini menunjukkan pola yang sama dengan G-ALYP.
Mendengar kabar ini, perdama menteri Inggris, Winston Churcill memerintahkan Royal Navy untuk melakukan investigasi besar-besaran dengan memungut bangkai pesawat yang jatuh di perairan Mediterania untuk dibandingkan dengan bangkai pesawat di perairan Pulau Elba.“The cost of solving Comet mystery must be reckoned neither in money nor in manpower,” terang Churcill. Semua penerbangan Comet lainnya resmi dihentikan hingga hasil investigasi selesai. Pesawat Comet ‘diparkir’ di hanggar dan siap untuk tidak lepas landas hingga waktu yang belum ditentukan.
“The Cost of solving Comet mistery must be reckoned neither in money nor in manpower”
(Winston Churchill, 1954)
Investigasi G-ALYP dan G-ALYY
Hasil penelusuran forensik terhadap korban pesawat Comet menunjukkan tidak adanya luka akibat ledakan, namun pola yang sama ditemukan adalah kerusakan tempurung kepala, serta kebocoran pada paru-paru. Jelas bukti ini bukan disebebkan oleh ledakan bom teroris. Dari bukti ini hipotesis kembali mengerucut kepada kemungkinan bahwa kecelakaan pesawat disebabkan oleh tekanan tinggi dalam ruang kabin.
Untuk membuktikan hal tersebut, Cohen Committee, yang dipimpin oleh Sir Arnold Hall, ilmuwan dari Cambridge University, diperintahkan untuk melakukan investigasi tekanan kabin. Pada percobaan ini, Hall melakukan simulasi tekanan udara dalam kabin pada pesawat Comet GL-ALYU (York Uncle) yang disumbangkan untuk keperluan investigasi. Pesawat ini ditempatkan di dalam tangki air raksasa (sebesar badan pesawat, tentunya). Air dipompakan ke dalam pesawat untuk mensimulasikan kondisi tekanan pesawat saat terbang. Jika investigasi dilakukan di era tahun 2000, mungkin tidak perlu sesulit itu untuk mensimulasi tekanan kabin pesawat, ya?
Hasil dari simulasi ini adalah bahwa pada tekanan tertentu, logam badan pesawat terbuka, sambungannya lepas terutama pada sambungan antar logam dengan jendela, dan kabin bagian depan terbuka terlebih dahulu. Bagian kabin yang terbuka disinyalir adalah ADF window, suatu bagian pesawat berupa celah, didesain sebagai jalan masuk-keluarnya udara dari sistem navigasi elektronik. Temuan sederhana ini menjadi awal mula ditemukannya konsep (dengan istilah yang terasa lebih modern), metal fatigue.
Metal fatigue adalah perubahan struktur logam yang disebabkan oleh tekanan secara berulang (repetitif). Metal fatigue dalam investigasi ini terjadi akibat perubahan tekanan dalam kabin yang repetitif sehingga menyebabkan perubahan struktur dari logam bahan dasar atap kabin. Perubahan struktur tersebut berujung pada robeknya plat atap kabin sehingga atap kabin terlepas.
Fakta berikutnya ditemukan bahwa plat logam tersebut disambung dengan rivet (semacam paku), bukan disambung dengan lem – seperti rancangan asli pesawat Comet. Dengan penelitian semodern saat ini, dapat diketahui bahwa terdapat masalah yang terjadi jika penyambungan logam dengan metode rivet dilakukan dengan cara di-punch (ditekan), bukan dengan dibor terlebih dahulu. Punching rivet ini menyebabkan adanya retakan kecil yang kasat mata pada sambungan logam. Ditambah dengan adanya perubahan tekanan dalam kabin secara repetitif, retakan ini semakin membesar sehingga pada satu titik tekanan tertentu, sambungan logam robek dan menyebabkan tekanan udara terlampau besar di dalam kabin. Inilah yang menjadi penjelasan ditemukannya kebocoran paru-paru pada jenazah korban.



(Gambar ilustrasi punching rivet menyebebkan kerusakan struktur berupa retakan mikro yang semakin melebar karena perubahan tekanan kabin secara repetitif). Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=s1mIJRo0veU
Pasca Investigasi
Kecelakaan ini mengubah pola pikir dan paradigma di industri manufaktur pesawat. Pemasangan rivet tidak lagi menggunakan metode punching, bentuk window dibuat tidak lagi berujung tajam, namun dengan ujung yang melengkung, dan beberapa pembelajaran penting lain dalam ilmu desain pesawat terbang. Ditambah dengan teknologi simulasi yang lebih canggih, perubahan desain tersebut dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat dengan hasil yang akurat.
52 tahun setelah kejadian Comet G-ALYY, seorang ahli penerbangan, Paul Whitey, melakukan pemeriksaan bangkai pesawat Comet dan mencoba mendeteksi lempengah logam dengan menggunakan mikroskop elektron. Dari hasil mikroskop tersebut ditemukan retakan kecil yang tak terlihat. Ia menemukan kesalahan desain manufaktur setelah melakukan pembesaran citra sebanyak 800 kali, dan kemudian menyatakan bahwa investigasi Sir Arnold Hall adalah benar.

Ya, dibutuhkan cara berpikir integral untuk memahami suatu permasalahan. Kecelakaan pesawat yang dahulu diduga bersumber dari kesalahan manusia, atau terlebih mesin yang tiba-tiba rusak, namun ternyata dapat juga oleh desain pesawat, suatu proses yang paling awal dari proses bisnis penerbangan komersial.
“Dalam investigasi kecelakaan kerja pun pemikiran holistik dan integral tetap harus dipegang, layaknya Industrial Engineer, kan?”- Pak I.Z.S (dalam kuliah MK3)
Mahasiswa, berpikirlah integral!
Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/South_African_Airways_Flight_201
http://aviation-safety.net/database/record.php?id=19540408-2
http://en.wikipedia.org/wiki/BOAC_Flight_781
http://en.wikipedia.org/wiki/De_Havilland_Comet#cite_ref-Jones_p._68_123-0
http://flygc-aircrashinvestigation.com/2011/08/10/flygc-air-crash-investigation-comet-air-crash-boac-flight-781/

Jumat, 11 Juli 2014

Sistem Manajemen Lingkungan Menurut Standar ISO Seri 14000           

Dalam satu dasawarsa terakhir ini kebutuhan akan suatu sistem standardisasi semakin dirasakan urgensinya. Hal ini mendorong organisasi Internasional di bidang standardisasi yaitu ISO (International Organization for Standardization) mendirikan SAGE (Strategic Advisory Group on Environment) yang bertugas meneliti kemungkinan untuk mengembangkan sistem standar di bidang lingkungan. SAGE memberikan rekomendasi kepada ISO untuk membentuk panitia teknik (TC) yang akan mengembangkan standar yang berhubungan dengan manajemen lingkungan. Pada tahun 1993, ISO membentuk panitia teknik TC 207 untuk merumuskan sistem standardisasi dalam bidang lingkungan. Hasil kerja panitia TC 207 kemudian dikenal sebagai standar ISO seri 14000 (Lee Kuhre, 1996).
        Dalam menjalankan tugasnya ISO/TC 207 dibagi dalam enam sub komite (SC) dan satu kelompok kerja (WG) yaitu :
·            Sub-komite 1, SC-1 : Sistem Manajemen Lingkungan (SML)
·            Sub-komite 2, SC-2 : Audit Lingkungan (AL)
·            Sub-komite 3, SC-3 : Pelabelan Lingkungan (Ekolabel)
·            Sub-komite 4, SC-4 : Evaluasi Kinerja Lingkungan
·            Sub-komite 5, SC-5 : Analisis Daur Hidup
·            Sub-komite 6, SC-6 : Istilah dan Definisi
·            Kelompok Kerja 1, WG-1 : Aspek lingkungan dalam Standar Produk.
Pada akhir tahun 1996 panitia teknik TC 207 telah menerbitkan lima standar yaitu :
1.      ISO 14001 (Sitem Manajemen Lingkungan-Spesifikasi dengan Panduan untuk Penggunaan).
2.      ISO  14004 ( Sistem Manajemen Lingkungan – Pedoman  umum atas Prinsip-prinsip, sistem dan teknik pendukungnya).
3.      ISO 14010 (Pedoman Umum Audit Lingkungan-Prinsip-prinsip  Umum Audit Lingkungan).
4.      ISO 14011 (Pedoman Untuk Audit Lingkungan-Prosedur  Audit  Lingkungan-Audit Sistem Manajemen Lingkungan).
5.      ISO 14012 (Pedoman untuk  Audit  Lingkungan – Kriteria  Persyaratan  untuk menjadi Auditor Lingkungan).
Sejak tahun 1997 telah diterbitkan dan akan diterbitkan beberapa standar yaitu :
1.      ISO 14020 ( Pelabelan   Lingkungan    dan   Deklarasi – Tujuan tujuan dan semua Prinsip - prinsip Pelebelan Lingkungan).
2.      ISO 14021 (Pelabelan Lingkungan daan Deklarasi – Pernyataan diri Klaim Lingkungan-Istilah dan Definisi).
3.      ISO 14022 (Pelabelan Lingkungan daan deklarasi-Simbol-simbol).
4.      ISO 14023 (Pelabelan Lingkungan dan Deklarasi-Metodologi Pengujian dan Verifikasi
5.      ISO 14024 (Pelabelan Lingkungan – Program bagai Pelaksana -  Prinsip pemandu, Prosedur praktek dan sertifikasi dan program kriteria  ganda).
6.      ISO 14025 (Pelabelan Lingkungan dan Deklarasi-Pelebelan lingkungan
7.      ISO 14031 (Evaluasi Kinerja Lingkungan).
8.      ISO 14040 (Asesmen Daur Hidup-Prinsip dan Kerangka).
9.      ISO 14041 (Asesmen Daur Hidup-sasaran daan Definisi-IstilahLingkup dan Analisis  Inventarisasi).
10.  ISO 14042 (Asesmen Daur Hidup-Asesmen dampak)
11.  ISO 14043 (Asesmen Daur Hidup-Asesmen penyempurnaan).
12.  ISO 14050 (Istilah daan Definisi).
13.  ISO 14060 (ISO-IEC Guide 64) Panduan untuk aspek lingkungandalam standar produk.

Standar ISO seri 14000 terbagi dalam dua bidang yang terpisah yaitu evaluasi organisasi dan evaluasi produk. Evaluasi organisasi terbagi dari 3 sub sistem yaitu sub sistem manajemen lingkungan, audit lingkungan dan evaluasi kinerja lingkungan. Evaluasi produk terdiri dari sub sistem aspek lingkungan pada standar produk, label lingkungan dan asesmen daur hidup (Hadiwiardjo, 1997). Gambar 1. di bawah dapat memperjelas uraian di atas.
Pada dasarnya ISO 14000 adalah standar manajemen lingkungan yang sifatnya sukarela tetapi konsumen menuntut produsen untuk melaksanakan program sertifikasi tersebut. Pelaksanaan program sertifikasi ISO 14000 dapat dikatakan sebagai tindakan proaktif dari produsen yang dapat mengangkat citra perusahaan dan memperoleh kepercayaan dari konsumen. Dengan demikian maka pelaksanaan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) berdasarkan Standar ISO Seri 14000 bukan merupakan beban tetapi justru merupakan kebutuhan bagi produsen (Kuhre, 1996).
Tujuan Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001
        Tujuan secara menyeluruh dari penerapan sistem manajemen lingkungan (SML) ISO 14001 sebagai standar internasional yaitu untuk mendukung perlindungan lingkungan dan pencegahan pencemaran yang seimbang dengan kebutuhan sosial ekonomi. Manajemen lingkungan mencakup suatu rentang isu yang lengkap meliputi hal-hal yang berkaitan dengan strategi dan kompetisi. Peragaan penerapan yang berhasil dari ISO 14001 dapat digunakan perusahaan untuk menjamin pihak yang berkepentingan bahwa SML yang sesuai tersedia.
        Tujuan utama dari sertifikasi ISO 14001 adalah untuk menjaga kelangsungan hidup tumbuhan dan binatang dalam kondisi terbaik yang paling mememungkinkan. Pengelolaan lingkungan dalam sertifikasi ISO mungkin hanya merupakan satu langkah kecil, namun demikian proses ini akan berkembang dan meningkat sejalan dengan bertambahnya pengalaman, penciptaan, pencatatan, dan pemeliharaan dari sistem yang diperlukan untuk sertifikasi yang diharapakan dapat membantu kondisi lingkungan (Pramudya, 2001).
            Dampak positif terbesar terhadap lingkungan kiranya adalah pengurangan limbah berbahaya. Sertifikasi ISO mensyaratkan program-program yang akan menurunkan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya dan limbah berbahaya.

Manfaat dan Implikasi Penerapan SML Standar ISO Seri 14000
Adapun manfaat utama dari program sertifikasi ISO 14000 antara lain (Kuhre, 1995) :
1.      Dapat mengidentifikasi, memperkirakan daan mengatasi resiko lingkungan yang mungkin timbul.
2.      Dapat  menekan biaya produksi dapat mengurangi kecelakaan kerja dapat memelihara  hubungan baik dengan masyarakat, Pemerintah dan pihak-pihak yang peduli terhadap lingkungan.
3.      Memberi jaminan kepada konsumen mengenai komitmen pihak manajemen  puncak terhadap lingkungan.
4.      Dapat  mengangkat  citra  perusahaan,  meningkatkan  kepercayaan  konsumen  dan memperbesar pangsa pasar.
5.      Menunjukkan ketaatan perusahaan  terhadap  Peraturan  Perundang - undangan yang berkaitan dengan lingkungan.
6.      Mempermudah memperoleh izin dan akses kredit bank.
7.      Dapat meningkatkan motivasi para pekerja.

Implikasi SML :
·        Diperlukan ekstra sumberdaya dari organisasi ketika mengadopsi dan membangun SML.
·        Birokrasi organisasi cenderung (berpotensi) meningkat karena adanya prosedur, instruksi kerja dan proses sertifikasi.

Karakteristik ISO 14001
·        Generik
       - Dapat diterapkan untuk seluruh tipe dan ukuran organisasi
       - Mengakomodir beragam kondisi geografis, sosial dan budaya.
·        Sukarela
·        Tidak memuat persyaratan kinerja lingkungan (misal, kriteria untuk sarana pengolahan limbah cair)
·        Sarana untuk secara sistematis mengendalikan dan mencapai organisasi kinerja lingkungan yang dikehendaki.
·        Memuat kinerja yang fundamental untuk dicapai :
      - Mentaati peraturan perundang-undangan dan ketentuan lingkungan yang relevan; dan
      - Komitmen untuk terus menerus memperbaiki sejalan dengan     kebijakan organisasi.
·        Didisain komplemen dengan standar seri Sistem manajemen Mutu ISO 9000.
·        Dapat digunakan untuk keperluan sertifikasi dan/ atau deklarasi sendiri.
·        Dinamis, adaptif terhadap :
       - Perubahan di dalam organisasi : sumberdaya yang digunakan, kegiatan dan proses yang
         berlangsung.
       - Perubahan diluar organisasi : peraturan, pengetahuan tentang dampak lingkungan dan teknologi.
·        Standar SML memuat persyaratan sistem manajemen yang berbasis pada siklus “plan, implement, check and review”
·        Keterkaitan yang erat antar klausul atau elemen standard.
  
Prinsip Pokok dan Elemen ISO 14001

Prinsip 1 : Komitmen dan kebijakan
 Organisasi  harus  menetapkan  kebijakan  lingkungan dan memastikan  memiliki komitmen terhadap SML.

Prinsip 2 : Perencanaan
 Organisasi harus menyusun rencana untuk mentaati kebijakan lingkungan yang  ditetapkannya sendiri.

Prinsip 3 : Implementasi dan Operasi
 Agar terlaksana dengan efektif, organisasi harus mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mentaati kebijakan  lingkungan, tujuan dan sasaran manajemen.
      
Prinsip  4 : Pemeriksaan dan Koreksi
 Organisasi harus memeriksa, memantau dan mengoreksi kinerja lingkungannnya.
         
Prinsip 5 : Kaji Ulang Manajemen
Organisasi harus mengkaji ulang dan terus-menerus memperbaiki Standard Manajemen Lingkungan dengan maksud untuk menyempurnakan kinerja lingkungan yang telah dicapai.
Standard Manajemen Lingkungan adalah kerangka kerja organisasi yang harus terus disempurnakan dan secara periodik dikaji ulang agar secara efektif dapat mengarahkan kegiatan pengelolaan lingkungan sebagai respon terhadap perubahan faktor internal dan eksternal organisasi.

Tingkat dan Pengendalian Dokumen SML
 Tingkat 1 : manual
 Tingkat 2 : Prosedur
 Tingkat 3 : Instruksi Kerja
 Tingkat 4 : Catatan, Formulir, Kartu Kontrol

Pengendalian Dokumen
 Seluruh dokumen SML harus : 
  • Ditempatkan dan dipelihara dengan baik
  • Jelas terbaca dan dapat diidentifikasi
  • Diberi tanggal terbit, masa berlaku, dan nomor revisi
  • Disetujui oleh staf yang bertanggung jawab
  • Secara periodik diperiksa, direvisi bila diperlukan
  • Tersedia pada seluruh lokasi kegiatan penting
  • Dipelihara dalam masa berlaku dan dimusnahkan bila sudah kadaluarsa.

AUDIT LINGKUNGAN

          Audit lingkungan adalah alat pemeriksaan komprehensif dalam sistem manajemen lingkungan. Audit lingkungan merupakan satu alat untuk memverifikasi secara objektif upaya manajemen lingkungan dan dapat membantu mencari langkah-langkah perbaikan guna meningkatkan performasi lingkungan, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan (Bratasida,1996). Menurut United States Environmental Protection Agency (US EPA), Audit Lingkungan adalah suatu pemeriksaan yang sistematis, terdokumentasi secara periodik dan objektif berdasarkan aturan yang ada terhadap fasilitas operasi dan praktek yang berkaitan dengan pentaatan kebutuhan lingkungan (Tardan dkk, 1997). Dalam perkembangan selanjutnya audit lingkungan mencakup beberapa bidang antara lain sistem manajemen lingkungan pelaksanaan produksi bersih, pentaatan terhadap peraturan perundang-undangan dan minimisasi limbah. Audit lingkungan merupakan upaya proaktif suatu perusahaan untuk perlindungan lingkungan yang akan membantu perusahan meningkatkan efisiensi dan pengendalian emisi, polutan yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra positif dari masyarakat terhadap perusahaan.
Dasar hukum pelaksanaan audit lingkungan di Indonesia adalah UU RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan KEPMEN LH Nomor KEP-42 MENLH/11/1994 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan.

Jenis-jenis Audit Lingkungan

         Audit lingkungan ada beberapa jenis, yang pelaksanaannya sangat tergantung pada kebutuhan manajemen/ perusahaan. Jenis-jenis audit itu antara lain adalah (Tardan dkk, 1997) :
1. Audit Pentaatan
     Audit Pentaatan memiliki sifat :
·        Menilai ketaatan terhadap peraturan, standar dan pedoman yang ada.
·        Meninjau persyaratan perizinan dan pelaporan.
·        Melihat pembatasan pada pembuangan limbah udara, air dan padatan.
·        Menilai keterbatasan peraturan dalam pengoperasian, pemantauan dan pelaporan sendiri atas pelanggaran yang dilakukan perusahaan.
·        Sangat mengarah pada semua hal yang berkaitan dengan pentaatan.
·        Dapat dilakukan oleh petugas (kelompok/perusahaan) setempat.

  2.Audit Manajemen
     Audit jenis ini mempunyai sifat :
·        Menilai kefektifan sistem manajemen internal, kebijakan perusahaan dan    resiko yang berkaitan dengan manajemen bahan.
·        Menilai keadaan umum dari peralatan, bahan bangunan dan tempat      penyimpangan.
·        Mencari bukti/ kenyataan tentang kebenaran dan kinerja proses produksi.
·        Menilai kualitas pengoperasian dan tata laksana operasi.
·        Menilai keadaan catatan/ laporan tentang emisi, tumpahan, keluaran, dan  penanganan limbah.
·        Menilai tempat pembuangan secara rinci.
·        Meninjau pelanggaran atau pertentangan dengan petugas setempat atau dengan  masyarakat.

3. Audit Produksi Bersih dan Minimisasi Limbah
     Jenis audit ini mempunyai sifat :
·        Mengurangi jumlah timbunan dan produksi buangan limbah.
·        Menggunakan analisis kualitas daan kuantitatif yang rinci terhadap praktek  pembelian, proses produksi dan timbunan limbah.
·        Mencari tindakan  alternatif  untuk  pengurangan  produksi, dan pendaur ulangan limbah.

4. Audit Konservasi Air
     Sifat audit ini adalah :
        Mengidentifikasi sumber air penggunaan air dan mencari upaya untuk mengurangi  penggunaan  air total melalui usaha pengurangan, penggunaan ulang dan pendaur-ulangan.

5. Audit Konservasi Energi
       Sifat audit ini adalah :
          Melacak pola pemakaian tenaga listrik, gas dan bahan bakar minyak dan mencoba untuk mengkuantifikasikan serta meminimalkan penggunaannya.
  
 6. Audit Pengotoran/ Kontaminasi Lokasi Usaha
          Sifat audit ini adalah :
·        Menilai kedaan pengotoran lokasi perusahaan akibat pengoperasian yang dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan.
·        Melakukan pengambilan contoh dari lokasi dan melakukan  penganalisaan contoh sampel tersebut untuk jangka waktu yang cukup panjang dan merupakan hal yang khusus pada audit jenis ini (audit lain tidak melakukan    pengambilan sampel).
·        Melakukan pengelolaan secara statistik terhadap hasil audit, jika diperlukan.


    7.  Audit Keselamatan dan Kesehatan Kerja
        Jenis audit ini memiliki sifat :
  • Menilai tatalaksana operasional pekerjaan, pengelolaan bahan dan limbah  berbahaya, pembuangan bahan pencemar dan sejenisnya, yang berhubungan erat  dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
  • Audit ini memungkinkan pimpinan perusahaan untuk menetapkan apakah perusahaan tersebut sudah mentaati peraturan tentanf keselamatan dan kesehatan kerja.

        8. Audit Perolehan (Procurement Audit)
            Sifat audit ini adalah :
·        Meninjau praktek pembelian
·        Mengidentifikasi hasil produksi daan peralatan alternatif.
·        Dapat dilakukan terpisah atau sebagai bagian audit minimisasi limbah atau    audit produksi bersih.
·        Biasanya melibatkan pegawai bagian pembelian.
·        Melihat alternatif dari yang sederhana sampai genting (cradle to grave)

 Manfaat Melakukan Audit Lingkungan
 Manfaat yang dapat diperoleh suatu perusahaan dari kegiatan audit lingkungan  adalah (BAPEDAL, 1994) :
  1. Mengidentifikasi resiko lingkungan
  2. Menjadi dasar bagi pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan atau upaya       penyempurnaan rencana yang ada.
  3. Menghindari    kerugian  finansial seperti  penutupan/  pemberhentian  suatu    usaha atau kegiatan atau  pembatasan  oleh  pemerintah,  atau  publikasi  yang merugikan akibat pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang tidak baik.
  4. Mencegah tekanan sanksi hukum terhadap suatu usaha atau kegiatan atau terhadap pimpinannya berdasarkan pada peraturan perundang-undaangan yang berlaku.
  5. Membuktikan  pelaksanaan  pengelolaan  lingkungan apabila dibutuhkan dalam proses pengadilan.
  6. Meningkatkan kepedulian pimpinan/ penanggung jawab dan staf suatu badan usaha  atau kegiatan tentang pelaksanaan kegiatannya terhadap kebijakan dan tanggung jawab lingkungan.
  7. Mengidentifikasi kemungkinan penghematan biaya melalui upaya konservasi energi dan pengurangan, pemakaian ulang dan daur ulang limbah.
  8. Menyediakan laporan audit lingkungan bagi keperluan usaha atau kegiatan yang bersangkutan, atau bagi keperluan kelompok pemerhati lingkungan, pemerintah dan  media massa.
  9. Menyediakan  informasi  yang  memadai  bagi  kepentingan  usaha  atau  kegiataan asuransi, lembaga keuangan dan pemegang saham.

Agar pelaksanaan audit lingkungan berhasil dengan baik beberapa persyaratan   harus dipenuhi antara lain :
    • Dukungan penuh pihak pimpinan puncak
    • Keikutsertaan semua pihak yang terkait
    • Kemandirian dan objektifitas auditor dan auditor harus berasal dari luar perusahaan.
    • Kesepakatan tentang tata cara dan lingkup audit aantara pimpinan perusahaan dengan auditor.
 Produksi Bersih (Cleaner Production)

Pada tahun 1989 UNEP ( United Nations Environment Program )   memperkenalkan    konsep Produksi Bersih yang didefinisikan sebagai “upaya penerapan yang kontinu dari suatu strategi  pengelolaan  lingkungan  yang integral dan preventif terhadap proses dan produk untuk mengurangi terjadinya  resiko terhadap manusia dan lingkungan”.

Produksi Bersih adalah suatu program strategis yang bersifat proaktif yang   diterapkan   untuk menselaraskan kegiatan pembangunan ekonomi dengan upaya perlindungan  lingkungan. Strategi konvensional dalam pengelolaan limbah didasarkan pada  pendekatan   pengolahan limbah yang terbentuk (end-of pipe treatment). Pendekatan ini terkonsentrasi pada upaya pengolahan dan pembuangan limbah dan untuk mencegah  pencemaran dan kerusakan lingkungan. Strategi ini dinilai kurang efektif karena bobot  pencemaran dan kerusakan lingkungan terus meningkat.
         
Kelemahan yang terdapat pada  pendekatan pengolahan limbah secara  konvensional adalah :
1.      Tidak efektif  memecahkan  masalah  lingkungan  karena  hanya  mengubah bentuk limbah dan memindahkannya dari satu media ke media lain.
2.      Bersifat reaktif yaitu bereaksi setelah terbentuknya limbah.
3.      Karakteristik limbah semakin kompleks dan semakin sulit diolah
4.      Investasi dan biaya operasi pengolahan limbah relatif mahal dan hal ini sering dijadikan alasan oleh pengusaha untuk tidak membangun instalasi pengolahan limbah.
5.      Peraturan perundang-undangan yang ada masih terpusat pada pembuangan limbah, belum mencakup upaya pencegahan.
Untuk mengatasi kelemahan strategi konvensional tersebut maka dikembangkan program produksi bersih yang dalam pelaksanaannya mempunyai urutan prioritas sebagai berikut :
·        Pencegahan pencemaran (Pollution prevention)
·        Pengendalian pencemaran (Pollution Control)
·        Remediasi (Remediation)
Dalam tahap proses, produksi bersih mencakup upaya konservasi, bahan baku dan energi, menghindari penggunaan bahan yang mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), mengurangi jumlah dan kadar toksisitas semua limbah dan emisi yang dihasilkan sebelum meninggalkan tahap proses. Untuk produk, produksi bersih memusatkan perhatian pada upaya pengurangan daampak di keseluruhan daur hidup produk mulai dari ekstraksi bahan baku sampai pembuangan akhir setelah produk tidak digunakan (Bratasida, 1996). Startegi produk bersih mencakup upaya pencegahan pencemaran melalui alternatif jenis proses yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup dan teknologi bersih.
       
Manfaat Penerapan Produksi Bersih
Manfaat penerapan produksi bersih antara lain (Bratasida, 1996, Helmy, 1997)
1.      Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui upaya  minimisasi  limbah, daur  ulang  pengolahan dan pembuangan limbah yang aman.     
2.      Mendukung prinsip Pemeliharaan Lingkungan dalam rangka pelaksanaan     Pembangunan Berkelanjutan.
3.      Dalam jangka panjang dapatmeningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penerapan proses produksi, penggunaan bahan baku dan energi serta efisien.
4.      Mencegah atau memperlambat degradasi lingkungan dan mengurangi eksploitasi sumberdaya alam melalui penerapan daaur ulang limbah di dalam proses yang akhirnya menuju pada upaya konservasi sumberdaya alam untuk mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
5.      Memberikan peluang keuntungan ekonomi, sebab di dalam produksi bersih strategi  pencegahan pencemaran pada sumbernya (source reduction and in process recycling) yaitu mencegah terbentuknya limbah secara dini, dengan demikian dapat mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pengolahan dan pembuangan limbah atau upaya perbaikan lingkungan.
6.      Memperkuat daya saing produksi di pasar global.
7.      Meningkatkan  citra produsen dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan.
8.      Mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja.
iso14001.jpg 


 Referensi :
http://saulpurwoyo.tripod.com/id6.html
http://wikipedia.com/Iso 14000.html
http://snkn1.blogspot.com/2013/05/strategi-penerapan-sistem-manajemen.html