Kode
Etik Profesi Akuntan Indonesia
Nama : Heru trijayantoKelas : 4id05
NPM : 33410290
Di
Indonesia etika tentang akuntan terdapat organisasi profesional yang berkaitan
dengan kode etik yaitu Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Sejarah tentang kode
etik yang dikeluarkan oleh IAI adalah sebagai berikut:
(1)
Kongres tahun 1973: Penetapan kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia.
(2)
Kongres tahun 1981 dan tahun 1986: Penyempurnaan kode etik, nama kode etik
sebelum tahun 1986 adalah Kode etik IAI dan kongres tahun 1986 mengubah nama
tersebut dengan Kode etik Akuntan Indonesia sampai sekarang.
(3)
Kongres tahun 1990 dan tahun 1994: Penyempurnaan kode etik.
Akuntan merupakan profesi yang
keberadannya sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat. Sebagai sebuah
profesi yang kinerjanya diukur dari profesionalismenya, akuntan harus memiliki
keterampilan, pengetahuan, dan karakter. Penguasaan keterampilan dan
pengetahuan tidaklah cukup bagi akuntan untuk menjadi profesional.
Etika profesi akuntan di
Indonesia diklasifikasikan
dalam bentuk kode etik, yang mana struktur kode etik ini meliputi prinsip
etika, aturan etika, dan interpretasi aturan etika. Struktur tersebut setidaknya
memberikan gambaran akan kebutuhan minimal bagi profesi akuntan untuk memberi
jasa yang efektif kepada masyarakat. Terkait dengan hal tersebut Brooks (dalam
Ludigdo, 2007) menyebutkan bahwa dalam suatu pedoman akuntan yang dibuat
seharusnya berisi beberapa poin pokok. Beberapa
poin pokok tersebut adalah :
1. Spesifikasi alasan
aturan-aturan umum yang berhubungan dengan :
a.
Kompetensi teknis
b.
Kehati-hatian
c.
Obyektifitas
d.
Integritas
2.
Memberikan respon :
a. Untuk berperilaku memenuhi
kepentingan berbagai kelompok dalam masyarakat
b. Untuk memecahkan konflik
antara berbagai pihak yang berkepentingan, dan antara pihak yang berkepentingan
dan akuntan.
3. Memberikan dukungan atau
perlindungan bagi akuntan yang akan “melakukan sesuatu dengan benar” (misalnya
dengan kode dan laporan masalah etisnya)
4. Menspesifikasikan sanksi
secara jelas hingga konsekuensi dari kesalahan akan dipahami.
Dalam kongres V Ikatan
Akuntansi Indonesia (IAI) di Surabaya 20-30 Agustus 1986, telah berhasil
disahkan butir-butir kode etik profesi akuntan. Kode etik yang dibentuk pada
tahun tersebut terdiri dari tiga bagian utama, yaitu :
1.
Untuk profesi akuntan secara umum
2.
Khusus untuk akuntan publik, dan
3.
Penutup
Pembukaan
pada prinsip etika profesi akuntan antara lain menyebutkan
bahwa dengan seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri
melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan yang berlaku. Selain itu
prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan
pengorbanan keuntungan pribadi. Sementara itu prinsip etika akuntan atau kode
etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam
Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang
seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan
butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
1. Tanggung jawab profesi :
Bahwa
akuntan di dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya.
2. Kepentingan
publik :
Akuntan sebagai anggota IAI
berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik,
menghormati kepentingan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas
:
Akuntan sebagai seorang
profesional, dalam memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya tersebut dengan menjaga integritasnya
setinggi mungkin.
4. Obyektifitas
:
Dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya, setiap akuntan sebagai anggota IAI harus menjaga
obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan.
5. Kompetensi
dan kehati-hatian profesional :
Akuntan dituntut harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten
berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.
6. Kerahasiaan
:
Akuntan harus menghormati
kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan
tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
7. Perilaku
profesional :
Akuntan sebagai seorang
profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.
8. Standar
teknis :
Akuntan dalam menjalankan tugas
profesionalnya harus
dapat mematuhi standar teknis dan standar profesional. Sesuai
dengan keahliannya dan harus
berhati-hati,
karena akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas yang membutuhkan jasanya selama
penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.
Untuk memberikan pedoman etika khususnya di bidang
etika profesi akuntan publik , IAI Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) telah
menyusun aturan etika . Dalam aturan ini, anggota
IAI-KAP dan staf profesional (baik yang anggota maupun yang bukan anggota
IAI-KAP) yang bekerja di suatu kantor akuntan publik harus mematuhi aturan etika tersebut6t. Aturan
ini meliputi tentang:
1. Independensi, Integritas, dan
Obyektifitas.
·
Indenpendensi
Dalam
menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap dengan
mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam
Standar Profesional Akuantan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental
independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (infacts)
maupun dalam penampilan (in appearance).
Independen
berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain dan tidak
tergantung pada orang lain. Tiga aspek dalam independensi auditor, yaitu:
(a)
Independensi dalam diri auditor (independence in fact): kejujuran dalam
diri auditor dalam mempertimbangkan berbagai faktor dalam audit finding.
(b)
Independensi dalam penampilan (perceived independence). Independensi ini
merupakan tinjauan pihak lain yang mengetahui informasi yang bersangkutan
dengan diri auditor.
(c)
Independensi di pandang dari sudut keahliannya. Keahlian juga merupakan faktor
independensi yang harus diperhitungkan selain kedua independensi yang telah
disebutkan. Dengan kata lain auditor dapat mempertimbangkan fakta dengan baik
yang kemudian ditarik menjadi suatu kesimpulan jika ia memiliki keahliam
mengenai hal tersebut.
·
Integritas dan Obyektifitas
Integritas adalah auditor yang memiliki
kemampuan untuk mewujudkan apa yang diyakini kebenarannya tersebut kedalam
kenyataan.
Obyektifitas adalah unsur karakter yang
menunjukkan kemampuan seseorang maupun menyatakan kenyataan sebagaimana adanya,
terlepas dari kepentingan pribadi maupun kpentingan pihak lain.
Dalam
menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan integritas dn
obyektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest)
dan tidak boleh mmebiarkan faktor salah saji material (material misstatement)
yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada
pihak lain.
1. Kasus
KAP Anderson dan Enron
Kasus
KAP Anderson dan Enron terungkap saat Enron mendaftarkan kebangkrutannya ke
pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001. Saat itu terungkap, terdapat hutang
perusahaan yang tidak dilaporkan, yang menyebabkan nilai investasi dan laba
yang ditahan berkurang dalam jumlah yang sama. Sebelum kebangkrutan Enron
terungkap, KAP Anderson mempertahankan Enron sebagai klien perusahaan dengan
memanipulasi laporan keuangan dan penghancuran dokumen atas kebangkrutan Enron,
dimana sebelumnya Enron menyatakan bahwa periode pelaporan keuangan yang
bersangkutan tersebut, perusahaan mendapatkan laba bersih sebesar $ 393, padahal
pada periode tersebut perusahaan mengalami kerugian sebesar $ 644 juta yang
disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang
didirikan oleh Enron.
Komentar : Kecurangan yang dilakukan oleh
Arthur Andersen telah banyak melanggar prinsip etika profesi akuntan
diantaranya yaitu melanggar prinsip integritas dan perilaku profesional. KAP
Arthur Andersen tidak dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik
sebagai KAP yang masuk kategoti The Big Five dan tidak berperilaku profesional
serta konsisten dengan reputasi profesi dalam mengaudit laporan keuangan dengan
melakukan penyamaran data. Selain itu Arthur Andesen juga melanggar prinsip
standar teknis karena tidak melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan.
2. Kredit
Macet Rp 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat
Selasa,
18 Mei 2010 | 21:37 WIB
JAMBI,
KOMPAS.com – Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan
Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI
Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet.
Hal
ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi
tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut.
Fitri
Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus
itu, Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari
Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan
konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada
kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan
pinjaman ke BRI.
Ada
empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut
oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan
ditemukan dugaan korupsinya. “Ada empat kegiatan laporan keuangan milik Raden
Motor yang tidak masuk dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga
menjadi temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit
macet tersebut,” tegas Fitri.
Keterangan
dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan
dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik
dalam kasus tersebut di Kejati Jambi.
Semestinya
data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap,
namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai
pimpinan Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak
lengkap oleh akuntan publik.
Tersangka
Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat
menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan siapa
saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga
terungkap kasus korupsinya.
Sementara
itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum maumemberikan
komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam
dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik tersebut.
Kasus
kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah
kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan
tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak
Kejati Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai
pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari
BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.
komentar:
Dalam
kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) sudah melanggar prinsip kode
etik yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah
melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu :
1. Prinsip
tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia (Biasa Sitepu) tidak
mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga
dapat menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap
masyarakat.
2. Prinsip
integritas : Awalnya dia tidak mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga
akhirnya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi.
3. Prinsip
obyektivitas : Dia telah bersikap tidak jujur, mudah dipengaruhi oleh pihak
lain.
4. Prinsip
perilaku profesional : Dia tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai
akuntan publik telah melanggar etika profesi.
5. Prinsip
standar teknis : Dia tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak
menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional
yang relevan.
3. Kasus
KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono yang diduga menyuap pajak.
September tahun 2001,
KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu. Kantor akuntan
publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75
ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional
KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker
Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Berkat aksi sogok ini,
kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi
hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan
polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker
melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS,
Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt
Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar
negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik
Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar
pengadilan. KPMG pun terselamatan.
Komentar :
Pada kasus ini KPMG telah melanggar prinsip integritas karena tidak memenuhi
tanggungjawab profesionalnya sebagai Kantor Akuntan Publik sehingga
memungkinkan KPMGkehilangan kepercayaan publik. KPMG juga telah melanggar
prinsip objektivitas karena telah memihak kepada kliennya dan melakukan
kecurangan dengan menyogok aparat pajak di Indonesia.
4. Malinda
Palsukan Tanda Tangan Nasabah
JAKARTA,
KOMPAS.com - Terdakwa kasus pembobolan dana Citibank, Malinda Dee binti
Siswowiratmo (49), diketahui memindahkan dana beberapa nasabahnya dengan cara
memalsukan tanda tangan mereka di formulir transfer.
Hal
ini terungkap dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum di sidang
perdananya, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2011).
"Sebagian tanda tangan yang ada di blangko formulir transfer tersebut
adalah tandatangan nasabah," ujar Jaksa Penuntut Umum, Tatang sutar
Malinda
antara lain memalsukan tanda tangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan tanda tangan
dilakukan sebanyak enam kali dalam formulir transfer Citibank bernomor AM 93712
dengan nilai transaksi transfer sebesar 150.000 dollar AS pada 31 Agustus 2010.
Pemalsuan juga dilakukan pada formulir bernomor AN 106244 yang dikirim ke PT
Eksklusif Jaya Perkasa senilai Rp 99 juta. Dalam transaksi ini, Malinda menulis
kolom pesan, "Pembayaran Bapak Rohli untuk interior".
Pemalsuan
lainnya pada formulir bernomor AN 86515 pada 23 Desember 2010 dengan nama
penerima PT Abadi Agung Utama. "Penerima Bank Artha Graha sebesar Rp 50
juta dan kolom pesan ditulis DP untuk pembelian unit 3 lantai 33 combine
unit," baca jaksa.
Masih
dengan nama dan tanda tangan palsu Rohli, Malinda mengirimkan uang senilai Rp
250 juta dengan formulir AN 86514 ke PT Samudera Asia Nasional pada 27 Desember
2010 dan AN 61489 dengan nilai uang yang sama pada 26 Januari 2011. Demikian
pula dengan pemalsuan pada formulir AN 134280 dalam pengiriman uang kepada
seseorang bernama Rocky Deany C Umbas sebanyak Rp 50 juta pada 28 Januari 2011
untuk membayar pemasangan CCTV milik Rohli.
Adapun
tanda tangan palsu atas nama korban N Susetyo Sutadji dilakukan lima kali,
yakni pada formulir Citibank bernomor No AJ 79016, AM 123339, AM 123330, AM
123340, dan AN 110601. Secara berurutan, Malinda mengirimkan dana sebesar Rp 2
miliar kepada PT Sarwahita Global Management, Rp 361 juta ke PT Yafriro
International, Rp 700 juta ke seseorang bernama Leonard Tambunan. Dua transaksi
lainnya senilai Rp 500 juta dan 150 juta dikirim ke seseorang bernamVigor AW
Yoshuara.
"Hal
ini sesuai dengan keterangan saksi Rohli bin Pateni dan N Susetyo Sutadji serta
saksi Surjati T Budiman serta sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan
laboratoris Kriminalistik Bareskrim Polri," jelas Jaksa. Pengiriman dana
dan pemalsuan tanda tangan ini sama sekali tak disadari oleh kedua nasabah
tersebut.
komentar:
contoh
kasus yang saya ambil yaitu tentang pemalsuan tanda tangan nasabah yang
dilakukan oleh melinda dimana Dalam kasus ini malinda melakukan banyak
pemalsuan tanda tangan yang tidak diketahui oleh nasabah tersebut. Dalam kasus
ini ada salah satu prinsip-prinsip yang telah dilanggar yaitu prinsip
Tanggung jawab profesi, karena ia tidak melakukan pertimbangan professional
dalam semua kegiatan yang dia lakukan,disini melinda juga melanggar
prinsip Integritas, karena tidak memelihara dan meningkatkan kepercayaan
nasabah.
5. Kasus
Mulyana W Kusuma.
Kasus ini terjadi sekitar tahun
2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK
yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic
pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara,
amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan,
badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan
penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada
sebeumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa
laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah lewat satu bulan,
ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu
tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana
ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor
BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK
bekerjasama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama
dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan
alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan ini menimbulkan pro
dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni
Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat
bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut
telah melanggar kode etik akuntan.
komentar: Berdasarkan
kode etik akuntan, kami lebih setuju dengan pendapat yang kedua, yaitu bahwa
Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut, meskipun pada dasarnya
tujuannya dapat dikatakan mulia. Perbuatan tersebut tidak dapat dibenarkan
karena beberapa alasan, antara lain bahwa auditor tidak seharusnya melakukan
komunikasi atau pertemuan dengan pihak yang sedang diperiksanya. Tujuan yang
mulia seperti menguak kecurangan yang dapat berpotensi merugikan negara tidak
seharusnya dilakukan dengan cara- cara yang tidak etis. Tujuan yang baik harus
dilakukan dengan cara-cara, teknik, dan prosedur profesi yang menjaga,
menjunjung, menjalankan dan mendasarkan pada etika profesi. Auditor dalam hal
ini tampak sangat tidak bertanggung jawab karena telah menggunakan
jebakan uang untuk menjalankan tugasnya sebagai auditor.
Referensi
:
http://lismaaja.blogspot.com/2011/12/kode-etik-profesi-akuntan-indonesia.html